21/09/2008

Indahnya Memaafkan

Walaupun mudah diucapkan, memaafkan bukanlah perbuatan yang mudah dilakukan. Ketika seseorang telah atau akan dicelakai, maka yang tertanam biasanya perasaan dendam dan ingin membalas. Perasaan seperti itu adalah wajar dalam diri orang biasa. Namun, sikap memaafkan ada pada diri orang yang luar biasa.
Memaafkan butuh kematangan diri dan kecakapan spiritual. Kematangan diri hanya bisa didapatkan melalui keterbukaan hati dan pikiran akan segala pengalaman hidup yang dialami. Sementara kecakapan spiritual hanya bisa diperoleh ketika telah memiliki rasa penghambaan yang tinggi hanya kepada Allah SWT semata.
Bagi yang memaafkan kesalahan orang lain, allah SWT menyediakan pahala utama sebagai balasan atas kemuliaan sikap mereka. "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguh nya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (QS Asy-Syuura [42]: 43).
Dan bagi yang mempunyai keluhuran akhlak, mereka bukan hanya mampu memaafkan kesalahan orang lain, melainkan sekaligus membalas kesalahan tersebut dengan kebaikan yang tak pernah terbayangkan oleh sang pelaku. Allah SWT berjanji hal tersebut justru dapat mempererat tali silaturahim dan membuat antara yang berselisih saling memikirkan seolah-olah mereka adalah sahabat yang sangat setia.
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." (QS Fushshilat [41]: 34).
Ada beberapa cara agar kita bisa menjadi pemaaf. Pertama, memperbanyak silaturahim kepada tetangga, sanak kerabat, dan kawan-kawan. Sikap ini akan membuka hati terhadap segala karakter orang, sehingga kitapun tidak mudah marah atau tersinggung atas sikap orang lain.
Kedua, memperbanyak dzikir kepada Allah SWT diwaktu pagi dan petang. Berdzikir diwaktu pagi akan menjernihkan hati dan pikiran kita sebelum beraktivitas. Berdzikir diwaktu petang akan kembali menjernihkan hati dan pikiran setelah kita sibuk seharian beraktivitas.
Ketiga, memperbanyak berdua-duaan (berkhalwat) dengan Allah SWT di waktu orang lain sedang terlelap tidur. Ini akan menumbuhkan kesabaran serta rasa penghambaan dan pengharapan yang tinggi hanya kepada Allah SWT serta menjauhkan dari ketergantungan terhadap manusia. "Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar." (QS Fushshilat [41]: 35).
Oleh : Abu Naila

18/09/2008

Makna Kisah Nabi

Gempa bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Di dalam Alquran disebutkan, ribuan tahun lalu gempa juga pernah menimpa suatu umat. Paling tidak ada tiga peristiwa gempa yang disebutkan secara berurutan di Alquran.
Gempa pernah terjadi di zaman Nabi Shalih. Kaum Nabi Shalih adalah pengganti kaum 'Aad yang membangun kembali negeri 'Aad yang sudah hancur. Mereka memiliki istana-istana indah disamping bangunan-bangunan tinggi laksana gunung.
Sayangnya mereka menyombongkan diri, tidak mau mengikuti ajaran keimanan yang disampaikan Nabi Shalih. "Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan, seraya mereka berkata, 'Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)." (QS Al-A'raf [7]: 77). "Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka." (QS Al-A'raf [7]: 78).
Gempa juga pernah terjadi pada zaman Nabi Luth. Kaum Nabi Luth ini keterlaluan, melakukan perbuatan yang sangat keji dan kotor. Nabi Luth mengingatkan mereka agar tidak melampaui batas. Mendapatkan nasehat itu, mereka justru mengatakan, "Usirlah Luth dan pengikut-pengikutnya dari kota ini. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sok suci." (QS Al-A'araf [7]: 82-83).
Karena itulah gempa dahyat terjadi. "Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang diatas ke bawah (Kami balikan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi." (QS Hud [11]:82). Pada zaman Nabi Syu'aib, gempa juga melanda kaumnya. Nabi Syu'aib meminta agar mereka tidak berbuat curang dengan mengurangi takaran dan timbangan dalam berniaga. Namun, ajakan itu ditolak oleh kaum Nabi Syu'aib dan bahkan mereka mengancam beliau (QS Al-A'raf [7]: 85).
"Maka mereka ditimpa gempa, sehingga jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu." (QS Al-A'raf [7]: 91-92).
Akhirnya, gempa di zaman Nabi Shalih karena pembunuhan terhadap seekor unta betina. Gempa di zaman Nabi Luth karena perilaku homoseks. Sedangkan gempa di zaman Nabi Syu'aib karena melakukan kecurangan dalam persoalan takaran dan timbangan.
Gambaran kisah di Alquran ini hendaknya menjadikan kita saat ini melakukan introspeksi apakah kejadian serupa juga terjadi dilingkungan sekitar kita ? Karena sesungguhnya Allah SWT telah memberikan pelajaran melalui Alquran.
Oleh : HM Syamlam

02/09/2008

Isra Mi'raj

"Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS Al-Isra [17]:1).

Demikian Alquran menggambarkan perjalanan rohani Nabi SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha dan puncaknya berudiensi dengan Allah SWT. Saat itulah beliau menerima kewajiban shalat lima waktu.
Pada awalnya, peristiwa ini merupakan hiburan dari Allah SWT atas kedukaan mendalam ('amul khuzni) Rasulullah SAW saat ditinggal wafat dua kekasih karib; Abu Thalib sang paman, dan istri tercinta Siti Khadijah. Pengorbanan keduanya dalam mendukung dakwah sudah tidak diragukan. Rasa kehilangan kian menjadi seiring perlawanan orang kafir yang semakin keras.
Dalam situasi tertekan itulah, Allah SWT menghibur beliau dengan Isra Mi'raj. Peristiwa dahsyat Isra Mi'raj tentu bukan sekedar mukjizat khusus Nabi SAW saja. Hikmahnya tersemai bagi seluruh umat beliau sepanjang masa.
Karena Isra Mi'raj adalah cermin wisata spritual dua dimensi yang membentuk segitiga dinamis; memanjang garis lurus horizontal (dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha) untuk bergerak menuju garis tegak vertikal (Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha). Isra tidak lain tamsil wisata horizontal dan Mi'raj perumpamaan ziarah vertikal.
Isra memberi hikmah bagaimana hubungan manusia secara horizontal dilakukan seoptimal mungkin. Sementara Mi'raj, menekankan keharusan untuk berproses naik guna bertemu dengan Nya. Shalat lima waktu, selain deklarasi resmi ibadah umat Islam, juga menjadikan shalat ziarah vertikal yang bisa mengantarkan seseorang bertemu Allah SWT.
Shalat adalah mi'rajnya orang-orang mukmin (mi'rajul mukminin), detik-detik pertemuan dengan-Nya. "Maka, sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku." (QS Thaha [20]:14). Isra Mi'raj mengajarkan pertahanan diri dalam hidup secara vertikal dan horizontal.
Memohon pertolongan Allah SWT dengan shalat dan menghadapi gangguan sesama dalam dakwah dengan kesabaran. Inilah garis merah Isra Mi'raj yang diperingati umat Islam setiap tanggal 27 Rajab
Oleh : Yusuf Burhanudin

Risywah

Risywah berasal dari bahasa Arab rasya, yarsyu, rasywan, yang berarti sogokan atau bujukan. Istilah lain yang searti dan biasa dipakai di kalangan masyarakat adalah suap dan uang tempel, uang semir atau pelicin. Risywah atau sogok merupakan penyakit sosial dan merupakan tingkah laku menyimpang yang tidak dibenarkan dalam Islam.

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS Al-Baqarah [2]:188).
Menurut Ali bin Muhammad as-Sayyid as-Sarif al-Jurjani, risywah ialah suatu (pemberian) yang diberikan kepada seseorang untuk membatalkan sesuatu yang hak (benar) atau membenarkan yang batil. Dalam masalah risywah, kisah keteguhan iman Abdullah bin Rawahah menarik dijadikan pelajaran.
Setiap tahun Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Rawahah ke perkampungan Yahudi Khaibar untuk menghitung hasil pertanian mereka. Karena itu, mereka hendak menyuap Abdullah bin Rawahah.
Ketika utusan dari Madinah datang, mereka mengagungkan dan menyambutnya dengan deretan wanita-wanita mereka. "Ini (dipersembahkan) untuk tuan, (tetapi) ringankan beban kami serta lewatilah penarikan pajak," bujuk mereka seraya menyodorkan suap padanya.
Tapi, apa reaksi Abdullah ? Dia menyambutnya dengan teguran keras. "Hai orang-orang Yahudi, sesungguhnya kalian melakukan perbuatan yang paling dibenci Allah. Tidaklah yang demikian ini melainkan mengantarkan aku untuk bertindak tegas terhadap kalian. Adapun suap yang kalian sodorkan, sesungguhnya itu adalah haram, dan sungguh kami tidak akan memakannya."
"Pantas saja, dengan (sikap seorang Mukmin) ini langit dan bumi ditegakkan ?" kata mereka. Hadiah kepada penguasa atau pejabat dari seseorang bisa dimaksudkan untuk memperlancar urusan atau sebagai ungkapan rasa terima kasih atas pemberian, pelayanan dan bantuannya.
Pemberian ini tidak dibenarkan, kecuali jika semata-mata hadiah, tanpa dikaitkan dengan fungsi dan kedudukan jabatannya. Dalam Islam, penguasa dan pejabat adalah pelayan rakyat. Haram hukumnya meminta imbalan kepada rakyat. Perilaku risywah yang dilakukan pemberi dan penerima telah memperjualbelikan nilai-nilai kebenaran, dan juga telah membeda-bedakan pelayanan terhadap masyarakat yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Orang yang mengambil sesuatu bukan haknya, akan datang menghadap Allah SWT pada hari kiamat dengan membawa serta barang-barang tersebut pada lehernya. Ia ibarat unta atau sapi yang membawa barang dalam keadaan yang sangat lelah.
Oleh : Khaerul Anwar

24/08/2008

Evaluasi Diri

Sesungguhnya dunia dan kehidupannya semakin hari semakin menjauh. Pada saat yang sama, kehidupan akhirat semakin mendekat.Manusia tidak ada yang tahu kapan dan bagaimana ia menemui kematian. Seorang ulama pernah mengingatkan bahwa kita adalah kumpulan dari hari-hari. setiap berlalu satu hari dari rangkaian waktu, maka sesungguhnya bagian kita sudah terhempas. Ia tidak akan pernah kembali.
Ketahuilah bahwa dunia hanya terdiri atas tiga hari. Hari kemarin, yang tidak akan pernah kembalidan sudah jauh meninggalkan kita. Sementara hari ini, adalah hari yang harus kita tulis dengan tinta tinta emas amalan baik, kita ukir dengan pena kemuliaan. Ambilah mutiara-mutiara hikmah dari masa lalu. Tidak pernah beruntung orang yang menyia-nyiakan hari ini setelah menyia-nyiakan kesempatan hari kemarin.
Sedangkan hari esok merupakan kesempatan bagi mereka yang telah Allah SWT kehendaki. Meski bisa jadi kita bukanlah orang yang akan menjumpai hari esok apalagi memilikinya. "Waktu itu laksana pedang, jika engkau tidak memotongnya (mengisinya dengan kebaikan), niscaya ia akan memenggalmu." Demikian salah satu perkataan sahabat yang banyak memiliki hikmah, Ali bin Abi Thalib.
Waktu adalah kehidupan, barang siapa yang menyia-nyiakan waktu maka ia telah menyia-nyiakan kehidupan. "Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling menasehati supaya menaati kebenaran dan menasehati supaya menetapi kesabaran." (QS Al-'Ashr [103]:1-3).
Evaluasi diri dalam muhasabah dari amalan hari kemarin serta menimbang perbuatan waktu lalu, adalah keniscayaan bagi seorang Mukmin. Umar bin Al-Khatab pernah mengingatkan, "Hitung-hitunglah dirimu, sebelum kalian dihitung. Timbang-timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang (di hari kiamat)."
Di tempat lain Al-Hasan mengatakan, "Orang Mukmin selalu mengevaluasi dirinya karena Allah. Hisab menjadi ringat bagi mereka yang telah menghisab diri di dunia, dan akan menjadi berat pada hari kiamat bagi mereka yang mengambil perkara ini, tanpa muhasabah." Sementara Maimun bin Mahram, sebagaimana dikutip Sa'id Hawwa dalam Al-Mukhtakhlash fii Tazkiyatil Anfus (Mensucikan Jiwa), menganggap evaluasi diri ini lebih penting dari pada mengaudit kekayaan.
Ia mengatakan, "Seorang hamba tidak termasuk golongan Muttaqin sehingga ia menghisab dirinya lebih keras ketimbang mengaudit terhadap mitra usahanya. Dua orang mitra usahapun saling menghitung setelah melakukan usaha."
Allah SWT menegaskan agar manusia selalu menghitung dan mempersiapkan amal, sebagai bekal kehidupan diakhirat kelak. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)." (QS Al-Hasyr [59]:18).
Oleh : Ahmad Soleh

20/08/2008

Zikrul Maut

Kematian merupakan kepastian yang akan dialami oleh setiap manusia. Kita berharap agar menghadapi kematian dalam keadaan tunduk dan patuh kepada-Nya. Karena itu, tidaklah terlalu penting kapan kita akan mati, tetapi yang penting adalah sejauh mana persiapan menghadapi kematian itu dengan amal saleh.

Selalu ingat mati (zikrul maut) akan merangsang kita untuk memperbanyak amal saleh. Paling tidak, ada lima zikrul maut yang dapat kita lakukan .
Pertama, menjenguk orang sakit guna mendapatkan hikmah agar menjadi semakin sadar betapa pentingnya kesehatan itu. Dengan sakit, seseorang tidak akan bisa melakukan apa-apa, sehingga akan tertanam tekad untuk memanfaatkan masa sehat dengan banyak beribadah kepada Allah SWT. "Barang siapa yang mengunjungi orang yang sakit, maka berserulah Malaikat dari langit. Engkau telah berbuat baik, baik pula perjalananmu, engkau akan mendiami rumah dalam surga." (HR Ibnu Majah).

Kegiatan kedua untuk mengingat mati adalah dengan takziyah atau mendatangi orang yang meninggal. Takziyah dimaksudkan untuk mendoakan mereka yang mati, menggembirakan anggota keluarga yang ditinggal, serta ikut mengurus jenazah dengan memandikan, men shalatkan, dan menguburkannya. "Cukuplah mati sebagai pelajaran (guru) dan keyakinan sebagai kekayaan." (HR Thabrani).

Ketiga adalah melakukan ziarah kubur. Ziarah kubur ini semula dilarang oleh Rasulullah SAW, namun kemudian dianjurkan dalam rangka zikrul maut. Ziarah kubur akan memberi kesadaran bahwa cepat atau lambat, kitapun akan seperti norang yang berada dalam kuburan itu.
Masalahnya, kebahagiaan atau siksaan yang akan kita terima, sangat tergantung dari amal saleh yang kita lakukan selama hidup.

Zikrul maut keempat adalah dengan memantabkan keimanan kita akan datangnya hari kiamat atau hari akhir. Bukan seperti keyakinan orang-orang kafir yang memungkiri akan adanya hari akhirat. "Dan mereka berkata, kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia ini saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja." (QS Al-Jaatsiyah [45]:24).

Kelima adalah menghayati dalil-dalil kehidupan akhirat yang banyak tergambar dalam Alquran maupun dalam hadis Rasulullah SAW berupa siksaan bagi yang ingkar dan balasan surga buat yang beramal saleh. "Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukan mereka ke dalam neraka. Setiap kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang baru, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (QS An-Nisa [4]:56)
(oleh : Prayitno)

30/07/2008

Adab Tertawa

Dalam wasiatnya, Imam Hasan Al-Banna menasehatkan hendaknya seorang Muslim tidak larut dalam tawa. Hati yang tenang dan hidup dengan iman akan selalu ingat akan keagungan Allah SWT, dipenuhi oleh rasa takut serta selalu berharap kepada-Nya.

Banyak ayat Al-quran yang menyebutkan tentang tertawa. Tertawa mengejek termasuk akhlak orang kafir dan munafik. Mereka menertawakan orang yang sungguh-sungguh berimanterhadap ayat-ayat yang telah diturunkan Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul-Nya.

"Sesungguhnya sekelompok hamba-Ku mengatakan, 'Wahai Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan kasihanilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baiknya yang mengasihi. tetapi kalian menjadikan mereka ejekan, sehingga menyebabkan kalian lupa mengingat-Ku, dan kalian dulu menertawakan mereka. Hari ini aku ganjar mereka karena telah bersabar, sesungguhnya merekalah orang-orang yang beruntung." (QS Al-Mukminun [23]:109-111).

"Sesungguhnya para pendosa itu, menertawakan orang-orang yang beriman. Dan bila mereka melalui, mereka mengerlingkan mata (mengejek)." (QS Al-Muthafiffin [83]:29). Al-Quran mengategorikan tertawa sebagai jarimah (kriminal) seperti kisah Fir'aun dan kaumnya ketika datang kepada mereka utusan Allah SWT. "Ketika Nabi itu datang membawa ayat-ayat Kami, mereka menertawakannya." (QS Al-Zukhruf [43]:47).

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang haramnya tertawa seperti yang disebutkan diatas. Namun, tidak semua tertawa itu dilarang dan tidak semuanya diperbolehkan. Tertawa yang tidak diperbolehkan adalah tertawa yang terlalu sering dan melampaui batas.

Hal ini tergolong menjadi permainan yang melenakan dari kesungguhan dalam berbagai hal. Tertawa yang diperbolehkan adalah tertawa yang wajar dan tidak terbahak-bahak, selama itu menjadi tuntutan dan hajat, karena itu merupakan reaksi alamiah dan juga karakter manusia yang tidak mampu menahan atau menolaknya.

Contoh tertawa yang baik dalam hal ini adalah para Nabi dan Rasul Allah SWT. Banyak riwayat yang menyatakan saat nabi Muhammad SAW tertawa, tetapi tertawanya tidak melampaui batas atau hanya tersenyum saja. Senyum Rasulullah SAW yang paling maksimal adalah tampak gigi gerahamnya.

Bahkan dulu Rasulullah SAW adalah orang yang paling banyak tersenyum dan wajahnya berseri-seri. Inilah perangai yang baik nan indah yang dipakai oleh orang-orang yang muru'ah (punya harga diri) untuk menghiasi diri mereka.

Karena tertawa yang berlebihan merupakan tingkah laku yang menyimpang dan melenyapkan kharisma seorang Mukmin dan bisa menurunkan derajat di kalangan manusia. Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa Rasulullah SAW bersabda : "Sesungguhnya banyak tertawa akan mematikan hati dan menghilangkan kharisma seorang Muslim."
( oleh Prayitno )

24/07/2008

Yahudi

Bangsa Yahudi adalah keturunan Yahuza (asal kata Yahudi), salah seorang anak Nabi Ya'kub yang dikenal sebagai Israil. Nabi Ya'kub adalah putra Nabi Ishak. Nabi Ishak adalah putra Nabi Ibrahim dari istri pertama, Sarah. Dari Istri kedua, Hajar, Nabi Ibrahim dikaruniai anak bernama Nabi Ismail yang menurunkan bangsa Arab.

Jadi, bangsa Arab dan Yahudi sebenarnya masih satu keturunan dari Nabi Ibrahim. Namun, Alquran menyebutkan bahwa bangsa Yahudi adalah yang paling keras memusuhi umat Islam. "Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik." (QS Al-Maidah [5]:82).
Mereka berusaha menyengsarakan umat Islam. "Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya." (QS Ali Imran [3]:118).
"Tidaklah sekali-kali orang Yahudi bertemu dengan orang Islam ditempat yang sunyi, kecuali pasti ingin membunuhnya." (HR Ibnu Mardawaih). Hal ini bisa disaksikan, bagaimana mereka membombardir Palestina dan Lebanon setiap hari tanpa memerhatikan hati nurani dan kecaman masyarakat dunia.
Bangsa Yahudi sebenarnya bukan hanya memusuhi umat Islam, tetapi memusuhi seluruh umat manusia. Bahkan, malaikat dan Tuhan pun mereka musuhi. "Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir." (QS Al-Baqarah [2]:98).
Kekejaman bangsa Yahudi terkadang mereka lakukan terhadap bangsanya sendiri demi tujuan tertentu. Emanuel Robonovich, pendeta tertinggi Yahudi dalam sidang darurat pendeta Yahudi Eropa tanggal 12 Juni 1952 berkata, "Untuk mencapai tujuan akhir kita bisa saja memerlukan cara yang menyedihkan seperti yang kita lakukan pada masa Hitler, yaitu kita sendiri mengatur terjadinya peristiwa penindasan terhadap sebagian bangsa kita sendiri. Dengan kata lain, kita akan menumbalkan sebagian putra bangsa sendiri pada suatu peristiwa yang akan kita atur dari belakang layar."
Untuk menghadapi bangsa Yahudi, umat Islam sebagai satu-satunya kekuatan yang belum terkalahkan, harus bersatu. "Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar." (QS Al-Anfal [8]:73).

21/07/2008

Keutamaan Wudhu

Salah satu kewajiban umat Islam dalam beribadah adalah berwudhu. Wudhu merupakan bukti keimanan yang tak terlihat secara kasat mata. Mirip dengan orang yang berpuasa. Tidak ada orang yang menjaga wudhunya kecuali dengan alasan keimanan.
Secara syar'i, wudhu ditujukan untuk menghilangkan hadas kecil agar kita sah menjalankan ibadah, khususnya shalat. "Shalatnya salah seorang diantara kalian tidak akan diterima apabila dia berhadas hingga ia berwudhu." (HR Abu Hurairah).
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki." (QS Al-Maidah [5]:6).
Eksistensi wudhu sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan seorang Muslim, karena dalam wudhu Allah SWT memberikan pesan moral yang tidak jauh dari kehidupan sehari-hari. Membasuh kepala, misalnya, ditujukan agar kita membersihkan kepala atau otak kita dari segala pikiran kotor dan menyesatkan. Membasuh kaki dan tangan ditujukan agar kita tidak menggunakan tangan dan kaki ini untuk mengambil hak orang lain, menginjak martabat orang lain. Berkumur-kumur, membasuh wajah, dan mengusap telinga, ditujukan agar kita menggunakan mulut untuk menyebarkan perdamaian dan kasih sayang, menggunakan mata untuk melihat nilai-nilai kebenaran, dan menggunakan telinga untuk mendengar nilai kebaikan.
Kita diperintahkan berwudhu minimal lima kali dalam sehari,yaitu untuk menjalankan shalat lima waktu. Meski demikian, kita dianjurkan berwudhu tidak hanya ketika hendak mendirikan shalat, namun juga ketika hendak melakukan ibadah atau amalan lainnya, misalnya ketika membaca Alquran, mengikuti pelajaran, pengajian, dan memasuki masjid.
Bahkan ketika kita hendak makan pun dianjurkan untuk berwudhu. "Keberkahan makanan adalah dengan berwudhu sebelum dan sesudahnya." (HR Abu Dawud).
Banyak keutamaan wudhu yang dijelaskan Rasulullah SAW. Antara lain sebagai mana diriwayatkan Thabrani dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jika seorang hamba menjaga shalatnya, menyempurnakan wudhunya, rukunya, sujudnya, dan bacaannya, maka shalat akan berkata kepadanya, 'Semoga Allah SWT menjagamu sebagaimana kamu menjagaku', dia naik dengannya ke langit dan memiliki cahaya hingga sampai kepada Allah SWT dan shalat memberi syafaat kepadanya."
Berwudhu merupakan hal yang mudah dilakukan, namun perlu keistiqamahan dalam implementasinya. Seorang hamba yang banyak berwudhu akan mudah dikenali Rasulullah SAW di hari kiamat nanti karena memiliki ciri khas tersendiri. "Muka dan tangan kalian nanti di hari kiamat berkilauan bekas dari berwudhu." (HR Muslim). (Imron Soleh)

Di Balik Musibah

Musibah adalah suatu keniscayaan yang melanda setiap manusia, baik secara perseorangan maupun kelompok. Perasaan takut, lapar, kekurangan harta, jiwa sampai kekurangan buah-buahan yang dibutuhkan, selalu menyertai mereka yang terkena musibah.
"Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Mereka nitulah yang mendapatkan keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS Al-Baqarah (2):155 - 157).
Musibah pada hakikatnya mempunyai beberapa dimensi. Dimensi pertama bahwa musibah adalah ujian dari Allah SWT. Dan ketika ujian dapat dilalui dengan baik, maka akan menaikan derajat dan kebaikan si penerima ujian itu. Sebagaimana anak-anak kita ketika akan naik kelas, dia perlu diuji terlebih dahulu.
Inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW, "Siapa yang akan diberi limpahan kebaikan dari Allah, maka diberi ujian terlebih dahulu." (HR Bukhari Muslim). Dimensi kedua, musibah harus dihadapi dengan kesabaran karena kesabaran itulah kunci utama untuk lulus dari ujian.
"Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman seluruh perkaranya menjadi baik. Ketika ditimpa musibah dia bersabar, itu membawa kebaikan baginya. Dan ketika mendapatkan nikmat dia bersyukur dan itu membawa kebaikan baginya." (Al-Hadis).
Ketiga, seberat apapun musibah, pasti Allah SWT telah memperhitungkannya agar tidak melebihi dari kesanggupan masing-masing. "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya." (QS Al-Baqarah (2):286).
Keempat, dengan musibah yang menimpa seorang Muslim, baik berupa kesusahan dan penderitaan, kesedihan dan kedukaan, maupun penyakit, bahkan karena sepotong duri yang mencocok anggota badannya, dihapuskan Allah SWT sebagian dari kesalahan-kesalahannya.
Jika musibah yang memang sudah terjadi memnbuat kita sedih dan berduka, semoga juga akan membawa kebaikan-kebaikan yang banyak dalam ridha Allah SWT. Terbukti, tsunami di Aceh membawa mereka kepada kedamaian dan kebaikan yang banyak dan kematian mereka lebih berarti sebagai syahid ukhrawi.
Sebagai manusia, kita prihatin dan sedih ketika mendapatkan musibah seperti yang terjadi kini pada saudara-saudara kita. Tidak bisa terbayangkan bagaimana seandainya kita berada pada posisi mereka, semoga Allah memberi kesabaran dan ampunan kepada mereka. (Asman Hamzah)
Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.