21/09/2008

Indahnya Memaafkan

Walaupun mudah diucapkan, memaafkan bukanlah perbuatan yang mudah dilakukan. Ketika seseorang telah atau akan dicelakai, maka yang tertanam biasanya perasaan dendam dan ingin membalas. Perasaan seperti itu adalah wajar dalam diri orang biasa. Namun, sikap memaafkan ada pada diri orang yang luar biasa.
Memaafkan butuh kematangan diri dan kecakapan spiritual. Kematangan diri hanya bisa didapatkan melalui keterbukaan hati dan pikiran akan segala pengalaman hidup yang dialami. Sementara kecakapan spiritual hanya bisa diperoleh ketika telah memiliki rasa penghambaan yang tinggi hanya kepada Allah SWT semata.
Bagi yang memaafkan kesalahan orang lain, allah SWT menyediakan pahala utama sebagai balasan atas kemuliaan sikap mereka. "Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan, sesungguh nya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." (QS Asy-Syuura [42]: 43).
Dan bagi yang mempunyai keluhuran akhlak, mereka bukan hanya mampu memaafkan kesalahan orang lain, melainkan sekaligus membalas kesalahan tersebut dengan kebaikan yang tak pernah terbayangkan oleh sang pelaku. Allah SWT berjanji hal tersebut justru dapat mempererat tali silaturahim dan membuat antara yang berselisih saling memikirkan seolah-olah mereka adalah sahabat yang sangat setia.
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia." (QS Fushshilat [41]: 34).
Ada beberapa cara agar kita bisa menjadi pemaaf. Pertama, memperbanyak silaturahim kepada tetangga, sanak kerabat, dan kawan-kawan. Sikap ini akan membuka hati terhadap segala karakter orang, sehingga kitapun tidak mudah marah atau tersinggung atas sikap orang lain.
Kedua, memperbanyak dzikir kepada Allah SWT diwaktu pagi dan petang. Berdzikir diwaktu pagi akan menjernihkan hati dan pikiran kita sebelum beraktivitas. Berdzikir diwaktu petang akan kembali menjernihkan hati dan pikiran setelah kita sibuk seharian beraktivitas.
Ketiga, memperbanyak berdua-duaan (berkhalwat) dengan Allah SWT di waktu orang lain sedang terlelap tidur. Ini akan menumbuhkan kesabaran serta rasa penghambaan dan pengharapan yang tinggi hanya kepada Allah SWT serta menjauhkan dari ketergantungan terhadap manusia. "Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar." (QS Fushshilat [41]: 35).
Oleh : Abu Naila

18/09/2008

Makna Kisah Nabi

Gempa bukan hanya terjadi akhir-akhir ini saja. Di dalam Alquran disebutkan, ribuan tahun lalu gempa juga pernah menimpa suatu umat. Paling tidak ada tiga peristiwa gempa yang disebutkan secara berurutan di Alquran.
Gempa pernah terjadi di zaman Nabi Shalih. Kaum Nabi Shalih adalah pengganti kaum 'Aad yang membangun kembali negeri 'Aad yang sudah hancur. Mereka memiliki istana-istana indah disamping bangunan-bangunan tinggi laksana gunung.
Sayangnya mereka menyombongkan diri, tidak mau mengikuti ajaran keimanan yang disampaikan Nabi Shalih. "Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan, seraya mereka berkata, 'Hai Shalih, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)." (QS Al-A'raf [7]: 77). "Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka." (QS Al-A'raf [7]: 78).
Gempa juga pernah terjadi pada zaman Nabi Luth. Kaum Nabi Luth ini keterlaluan, melakukan perbuatan yang sangat keji dan kotor. Nabi Luth mengingatkan mereka agar tidak melampaui batas. Mendapatkan nasehat itu, mereka justru mengatakan, "Usirlah Luth dan pengikut-pengikutnya dari kota ini. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang sok suci." (QS Al-A'araf [7]: 82-83).
Karena itulah gempa dahyat terjadi. "Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang diatas ke bawah (Kami balikan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi." (QS Hud [11]:82). Pada zaman Nabi Syu'aib, gempa juga melanda kaumnya. Nabi Syu'aib meminta agar mereka tidak berbuat curang dengan mengurangi takaran dan timbangan dalam berniaga. Namun, ajakan itu ditolak oleh kaum Nabi Syu'aib dan bahkan mereka mengancam beliau (QS Al-A'raf [7]: 85).
"Maka mereka ditimpa gempa, sehingga jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam rumah-rumah mereka, seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu." (QS Al-A'raf [7]: 91-92).
Akhirnya, gempa di zaman Nabi Shalih karena pembunuhan terhadap seekor unta betina. Gempa di zaman Nabi Luth karena perilaku homoseks. Sedangkan gempa di zaman Nabi Syu'aib karena melakukan kecurangan dalam persoalan takaran dan timbangan.
Gambaran kisah di Alquran ini hendaknya menjadikan kita saat ini melakukan introspeksi apakah kejadian serupa juga terjadi dilingkungan sekitar kita ? Karena sesungguhnya Allah SWT telah memberikan pelajaran melalui Alquran.
Oleh : HM Syamlam

02/09/2008

Isra Mi'raj

"Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS Al-Isra [17]:1).

Demikian Alquran menggambarkan perjalanan rohani Nabi SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, kemudian dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha dan puncaknya berudiensi dengan Allah SWT. Saat itulah beliau menerima kewajiban shalat lima waktu.
Pada awalnya, peristiwa ini merupakan hiburan dari Allah SWT atas kedukaan mendalam ('amul khuzni) Rasulullah SAW saat ditinggal wafat dua kekasih karib; Abu Thalib sang paman, dan istri tercinta Siti Khadijah. Pengorbanan keduanya dalam mendukung dakwah sudah tidak diragukan. Rasa kehilangan kian menjadi seiring perlawanan orang kafir yang semakin keras.
Dalam situasi tertekan itulah, Allah SWT menghibur beliau dengan Isra Mi'raj. Peristiwa dahsyat Isra Mi'raj tentu bukan sekedar mukjizat khusus Nabi SAW saja. Hikmahnya tersemai bagi seluruh umat beliau sepanjang masa.
Karena Isra Mi'raj adalah cermin wisata spritual dua dimensi yang membentuk segitiga dinamis; memanjang garis lurus horizontal (dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha) untuk bergerak menuju garis tegak vertikal (Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha). Isra tidak lain tamsil wisata horizontal dan Mi'raj perumpamaan ziarah vertikal.
Isra memberi hikmah bagaimana hubungan manusia secara horizontal dilakukan seoptimal mungkin. Sementara Mi'raj, menekankan keharusan untuk berproses naik guna bertemu dengan Nya. Shalat lima waktu, selain deklarasi resmi ibadah umat Islam, juga menjadikan shalat ziarah vertikal yang bisa mengantarkan seseorang bertemu Allah SWT.
Shalat adalah mi'rajnya orang-orang mukmin (mi'rajul mukminin), detik-detik pertemuan dengan-Nya. "Maka, sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku." (QS Thaha [20]:14). Isra Mi'raj mengajarkan pertahanan diri dalam hidup secara vertikal dan horizontal.
Memohon pertolongan Allah SWT dengan shalat dan menghadapi gangguan sesama dalam dakwah dengan kesabaran. Inilah garis merah Isra Mi'raj yang diperingati umat Islam setiap tanggal 27 Rajab
Oleh : Yusuf Burhanudin

Risywah

Risywah berasal dari bahasa Arab rasya, yarsyu, rasywan, yang berarti sogokan atau bujukan. Istilah lain yang searti dan biasa dipakai di kalangan masyarakat adalah suap dan uang tempel, uang semir atau pelicin. Risywah atau sogok merupakan penyakit sosial dan merupakan tingkah laku menyimpang yang tidak dibenarkan dalam Islam.

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui." (QS Al-Baqarah [2]:188).
Menurut Ali bin Muhammad as-Sayyid as-Sarif al-Jurjani, risywah ialah suatu (pemberian) yang diberikan kepada seseorang untuk membatalkan sesuatu yang hak (benar) atau membenarkan yang batil. Dalam masalah risywah, kisah keteguhan iman Abdullah bin Rawahah menarik dijadikan pelajaran.
Setiap tahun Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Rawahah ke perkampungan Yahudi Khaibar untuk menghitung hasil pertanian mereka. Karena itu, mereka hendak menyuap Abdullah bin Rawahah.
Ketika utusan dari Madinah datang, mereka mengagungkan dan menyambutnya dengan deretan wanita-wanita mereka. "Ini (dipersembahkan) untuk tuan, (tetapi) ringankan beban kami serta lewatilah penarikan pajak," bujuk mereka seraya menyodorkan suap padanya.
Tapi, apa reaksi Abdullah ? Dia menyambutnya dengan teguran keras. "Hai orang-orang Yahudi, sesungguhnya kalian melakukan perbuatan yang paling dibenci Allah. Tidaklah yang demikian ini melainkan mengantarkan aku untuk bertindak tegas terhadap kalian. Adapun suap yang kalian sodorkan, sesungguhnya itu adalah haram, dan sungguh kami tidak akan memakannya."
"Pantas saja, dengan (sikap seorang Mukmin) ini langit dan bumi ditegakkan ?" kata mereka. Hadiah kepada penguasa atau pejabat dari seseorang bisa dimaksudkan untuk memperlancar urusan atau sebagai ungkapan rasa terima kasih atas pemberian, pelayanan dan bantuannya.
Pemberian ini tidak dibenarkan, kecuali jika semata-mata hadiah, tanpa dikaitkan dengan fungsi dan kedudukan jabatannya. Dalam Islam, penguasa dan pejabat adalah pelayan rakyat. Haram hukumnya meminta imbalan kepada rakyat. Perilaku risywah yang dilakukan pemberi dan penerima telah memperjualbelikan nilai-nilai kebenaran, dan juga telah membeda-bedakan pelayanan terhadap masyarakat yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Orang yang mengambil sesuatu bukan haknya, akan datang menghadap Allah SWT pada hari kiamat dengan membawa serta barang-barang tersebut pada lehernya. Ia ibarat unta atau sapi yang membawa barang dalam keadaan yang sangat lelah.
Oleh : Khaerul Anwar
Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.